Sabtu, 22 Februari 2014

HUKUM KAWIN LARI MENURUT AGAMA

Karena saking cinta di antara dua pasangan ketika tidak disetujui ortu, akhirnya kawin lari jadi pilihan. Ada orang yang asal copot diangkat sebagai wali, dan akhirnya mereka menikah. Padahal hakekatnya nikah seperti ini bermasalah. Inilah yang akan diterangkan pada sebagian bahasan kali ini. 

Kawin lari yang dimaksud di sini bisa jadi berbagai macam pengertian. Bisa jadi, tanpa wali nikah, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali sebenarnya. Ada juga kawin lari dengan kumpul kebo, tinggal satu atap tanpa status nikah. Boleh jadi ketika hamil mereka menjalin hubungan RT secara resmi. Yang kami bahas di sini adalah kawin lari, lalu menikah dengan wali yang tidak jelas (asal copot), jadi sama saja tidak memakai wali. Dan yang wajib ada wali adalah si wanita, bukan laki-laki.

Padahal wali memiliki urutan yang ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan: 

1. Ayah
2. Kakek 
3. Saudara laki-laki 
4. Anak saudara laki-laki (keponakan) 
5. Paman 
6. Anak saudara paman (sepupu)

Dan pengertian wali wanita adalah kerabat laki-laki si wanita dari jalur ayahnya, bukan ibunya. Jika masih ada kerabat yang lebih dekat seperti ayahnya, maka tidak boleh kerabat yang jauh seperti paman menikahkan si wanita. Boleh saja jika si wali mewakilkan kepada orang lain (seperti si ayah kepada paman) sebagai wali si wanita. Dan ketika itu si wakil mendapat hak sebagaimana wali. Dan ingat, syarat wali adalah: (1) Islam, (2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh dan (5) merdeka (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 3: 142-145).

Dalil-dalil yang mendukung mesti adanya wali wanita dalam nikah.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ

Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. (HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)

Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri, Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).

Demikianlah keadaan sebagian pemuda, demi cinta sampai ingin mendapat murka Allah. Kawin lari sama saja dengan zina karena status nikahnya tidak sah.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wallahu a’lam.

INJIL BARNABAS TELAH DI TEMUKAN





SUBHANALLAH Inilah bukti kebenaran AGAMA ISLAM

Injil Asli yang Menggemparkan Dunia Itu, 12 Tahun Dirahasiakan, Menjelaskan Nabi Isa Tidak Disalib dan Membenar
kan Nabi Muhammad SAW, Mengguncang Vatikan dan Kristen di Seluruh Dunia!!

Bismillahir-Rah maanir-Rahim … Belum lama ini, pemerintah Turki mengumumkan tentang penemuan Kitab Injil Asli Barnabas, salah satu murid pertama Yesus (Isa Almasih).

Hal yang tentu saja mengejutkan banyak pihak, termasuk kubu Vatikan itu sendiri.Sebagaimana diberitakan oleh DailyMail, basijpress dan NationalTurk, bahwa Injil Barnabas asli tersebut ditemukan pada tahun 2000 lalu di Turki, namun ditutupi oleh pemerintah Turki selama lebih dari 12 tahun, dan baru sekarang di beberkan ke publik.Lembaran-lembaran kulit hewan itu ditulis dengan huruf Syriac dengan dialek bahasa Aram, bahasa yang sama seperti bahasa yang umum dipakai pada masa Yesus Isa Almasih.

Pemerintah Turki menyakini bahwa kitab kulit hewan tersebut adalah Injil Barnabas orisinal.Hal yang menarik dari Kitab Injil Barnabas Asli asal Turki tersebut menyatakan bahwa YESUS TIDAK PERNAH DI SALIB, dan terdapatnya ayat-ayat yang menyatakan bahwa Islam adalah agama yang benar serta pengakuan tentang kehadiran Nabi Akhir Jaman, Muhammmad SAW.

Pengakuan itu terdapat pada bab 41 dari Kitab Barnabas yang ditemukan di Turki tersebut. Berikut ini terjemahannya :”Allah telah menyembunyikan diriNya sebagai Malaikat Agung Michael berlari mereka (Adam dan Hawa) dari surga, (dan) ketika Adam berbalik, ia melihat bahwa di atas pintu gerbang ke surga tertulis “La Ela ELA Allah, Mohamad Rasul Allah”Kitab yang masih menjadi perdebatan tersebut disebutkan kini disimpan di Justice Palace, Ankara, Turki dengan pengawalan ketat polisi bersenjata lengkap dan keamanan maksimum.

Pihak Iran lewat Basij Press menyatakan bahwa apa yang tertulis di kitab Barnabas asli tersebut adalah bukti tentang kebenaran Islam, yang walau begitu ditanggapi oleh sinis dari berbagai pihak.

Bahkan pihak Kristen lewat berbagai jamaatnya menyatakan bahwa Kitab Barnabas tersebut diragukan keotentikannya.
Namun walau begitu pihak Vatikan lebih arif dengan menyatakan telah mengajukan permohonan resmi ke pemerintah Turki untuk membaca dan menganalisa keaslian kitab kontroversial itu.

Para agamawan menyatakan bahwa jika Alkitab Barnabas tersebut terbukti asli, maka akan mengakibatkan rusaknya kredibilitas Gereja, dan akan menimbulkan revolusi agama Nasrani besar-besaran di seluruh Dunia.Tentu saja penemuan ini cukup menarik, sama menariknya dengan penemuan dan fakta sejarah bahwa Benua Amerika pertama kali di temukan oleh para pelaut tangguh Islam

Insya ALLAH kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah


Minggu, 16 Februari 2014

ISLAM SANGAT MENGHORMATI ANTAR UMAT BERAGAMA



Dini hari itu Ali bin ABi Thalib bergegas bangununtuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah dimasjid bersama Rasulullah. Rasulullah tentulahsudah berada di sana. Rasanya, hampir tidakpernah Rasulullah keduluan orang lain dalamberbuat kebaikan. Tidak ada y
ang istimewa karenamemang itulah aktivitas yang sempurna untukmemulai hari, dan bertahun-tahun lamanya Ali binAbi Thalib sudah sangat terbiasa.Langit masih gelap, cuaca masihlah dingin, danjalanan masih pula diselimuti kabut pagi yangturun bersama embun. Ali melangkahkan kakinyamenuju masjid. Dari kejauhan, lamat-lamat sudahterdengar suara Bilal memanggil-manggil denganadzannya yang berkumandang merdu ke segenappenjuru Kota Madinah.Namun belumlah begitu banyak melangkah, dijalan menuju masjid, di hadapannya ada sesosokorang. Ali mengenalinya sebagai seorang kakektua yang beragama Yahudi. Kakek tua itumelangkahkan kakinya teramat pelan sekali. Itumungkin karena usianya yang telah lanjut.Tampak sekali ia sangat berhati-hati menyusurijalan.Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingintertinggal mengerjakan shalat tahyatul masjid danqabliyah Subuh sebelum melaksanakan shalatSubuh berjamaah bersama Rasulullah dan parasahabat lainnya.Ali paham benar bahwa Rasulullah mengajarkansupaya setiap umat muslim menghormati orangtua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka,Ali pun terpaksa berjalan di belakang kakek itu.Tapi apa daya, si kakek berjalan amat lamban,dan karena itu pulalah langkah Ali jadi melambat.Kakek itu lemah sekali, dan Ali tidak sampai hatiuntuk mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalaukakek Yahudi itu terjatuh atau kena celaka.Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktumendekati masjid, langit sudah mulai terang.Kakek itu melanjutkan perjalanannya, melewatimasjid.Ketika memasuki masjid, Ali menyangka shalatSubuh berjamaah sudah usai. Ia bergegas. Aliterkejut sekaligus gembira, Rasulullah dan parasahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua.Berarti Ali masih punya kesempatan untukmemperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisamenjalankan rukuk bersama, berarti ia masihmendapat satu rakaat shalat berjamaah.Sesudah Rasulullah mengakhiri shalatnya dengansalam, Umar bin Khattab memberanikan diri untukbertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari inishalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Adaapakah gerangan?”Rasulullah balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar?Apa yang berbeda?”“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanyaengaku rukuk dalam rakaat yang kedua tidaksepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuklama sekali. Kenapa?”Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu.Hanya tadi, pada saat aku sedang rukuk dalamrakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba sajaturun lalu menekan punggungku sehingga akutidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsunglama, seperti yang kau ketahui juga.”Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuatseperti itu, ya Rasulullah?”Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belummenceritakannya kepadaku.”Dengan perkenaan Allah, beberapa waktukemudian Malaikat Jibril pun turun. Ia berkatakepada Nabi saw., “Muhammad, aku tadidiperintahkan oleh Allah untuk menekanpunggunmu dalam rakaat yang kedua. Sengajaagar Ali mendapatkan kesempatan shalatberjamaah denganmu, karena Allah sangat sukakepadanya bahwa ia telah menjalani ajaranagamaNya secara bertanggung jawab. Alimenghormati seorang kakek tua Yahudi. Daripegnhormatannya itu sampai ia terpaksa berjalanpelan sekali karena kakek itupun berjalan pelanpula. Jika punggungmu tidak kutekan tadi, pastiAli akan terlambat dan tidak akan memperolehpeluang untuk mengerjakan shalat Subuhberjamaah denganmu hari ini.”Mendengar penjelasan Jibril itu, mengertilah kiniRasulullah. Beliau sangat menyukai perbuatan Alikarena apa yang dilakukannya itu tentunyamenunjukkan betapa tinggi penghormatan umatIslam kepada orang lain. Satu hal lagi, Ali tidakpernah ingin bersengaja terlambat ataumeninggalkan amalan shalat berjamaah.Rasulullah menjelaskan kabar itu kepada parasahabat.

Jumat, 14 Februari 2014

SYARIAT,TAREKAT,HAKEKAT ITU SATU

Assalamu allaikum waroh matullahi wabarakatu
Untuk  kaliini kita belajar memahami syariat,tarekat,hakikat.,.untuk mencapai kesempurnaan dalam menggapai nur illahi,.
hubungan antara syariat dan hakikat. Pada kesempatan ini saya ingin sedikit membahas hubungan yang sangat erat antara keduanya. Syariat bisa diibaratkan sebagai jasmani/badan tempat ruh berada sementara hakikat ibarat ruh yang menggerakkan badan, keduanya sangat berhubungan erat dan tidak bisa dipisahkan. Badan memerlukan ruh untuk hidup sementara ruh memerlukan badan agar memiliki wadah.

Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi guru Mursyid dari Ayahanda Prof. Dr. Saidi Syekh Kadirun Yahya MA. M.Sc mengibaratkan syariat laksana baju sedangkan hakikat ibarat badan. Dalam beberapa pantun yang Beliau ciptakan tersirat pesan-pesan tentang pentingnya merawat tubuh sebagai perhatian utama sedangkan merawat baju juga tidak boleh dilupakan.
Imam Malik mengatakan bahwa seorang mukmin sejati adalah orang yang mengamalkan syariat dan hakikat secara bersamaan tanpa meninggalkan salah satunya. Ada adagium cukup terkenal, “Hakikat tanpa syariat adalah kepalsuan, sedang syariat tanpa hakikat adalah sia-sia.” Imam Malik berkata, “Barangsiapa bersyariat tanpa berhakikat, niscaya ia akan menjadi fasik. Sedang yang berhakikat tanpa bersyariat, niscaya ia akan menjadi zindik.Barangsiapa menghimpun keduanya [syariat dan hakikat], ia benar-benar telah berhakikat.”
Syariat adalah hukum-hukum atau aturan-aturan dari Allah yang disampaikan oleh Nabi untuk dijadikan pedoman kepada manusia, baik aturan ibadah maupun yang lainnya. Apa yang tertulis dalam Al-Qur’an hanya berupa pokok ajaran dan bersifat universal, karenanya Nabi yang merupakan orang paling dekat dengan Allah dan paling memahami Al-Qur’an menjelaskan aturan pokok tersebut lewat ucapan dan tindakan Beliau, para sahabat menjadikan sebagai pedoman kedua yang dikenal sebagai hadist. Ucapan Nabi bernilai tinggi dan masih sarat dengan simbol-simbol yang memerlukan keahlian untuk menafsirkannya.
Para sahabat sebagai orang-orang pilihan yang dekat dengan nabi merupakan orang yang paling memahami nabi, mereka paling mengerti akan ucapan Nabi karena memang hidup sezaman dengan nabi. Penafsiran dari para sahabat itulah kemudian diterjemahkan dalam bentuk hukum-hukum oleh generasi selanjutnya. Para ulama sebagai pewaris ilmu Nabi melakukan ijtihad, menggali sumber utama hukum Islam kemudian menterjemahkan sesuai dengan perkembangan zaman saat itu, maka lahirlah cabang-cabang ilmu yang digunakan sampai generasi sekarang. Sumber hukum Islam itu kemudian dikenal memiliki 4 pilar yaitu : Al-Qur’an, Hadist, Ijmak dan Qiyas, itulah yang kita kenal dengan syariat Islam.
Untuk melaksanakan Syariat Islam terutama bidang ibadah harus dengan metode yang tepat sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga hasilnya akan sama. Sebagai contoh sederhana, Allah memerintahkan kita untuk shalat, kemudian Nabi melaksanakannya, para sahabat mengikuti. Nabi mengatakan, “Shalatlah kalian seperti aku shalat”. Tata cara shalat Nabi yang disaksikan oleh sahabat dan juga dilaksanakan oleh sahabat kemudian dijadikan aturan oleh Ulama, maka kita kenal sebagai rukun shalat yang 13 perkara. Kalau hanya sekedar shalat maka aturan 13 itu bisa menjadi pedoman untuk seluruh ummat Islam agar shalatnya standar sesuai dengan shalat Nabi. Akan tetapi, dalam rukun shalat tidak diajarkan cara supaya khusyuk dan supaya bisa mencapai tahap makrifat dimana hamba bisa memandang wajah Allah SWT.
Ketika memulai shalat dengan “Wajjahtu waj-hiya lillaa-dzii fatharas-samaawaati wal-ardho haniifam-muslimaw- wamaa ana minal-musy-rikiin..” Kuhadapkan wajahku kepada wajah-Nya Zat yang menciptakan langit dan bumi, dengan keadaan lurus dan berserah diri, dan tidaklah aku termasuk orang-orang yang musyrik. Seharusnya seorang hamba sudah menemukan chanel atau gelombang kepada Tuhan, menemukan wajahnya yang Maha Agung, sehingga kita tidak termasuk orang musyrik menyekutukan Tuhan. Kita dengan mudah menuduh musyrik kepada orang lain, tanpa sadar kita hanya mengenal nama Tuhan saja sementara yang hadir dalam shalat wajah-wajah lain selain Dia. Kalau wajah-Nya sudah ditemukan di awal shalat maka ketika sampai kepada bacaan Al-Fatihah, disana benar-benar terjadi dialog yang sangat akrab antara hamba dengan Tuhannya.
Syariat tidak mengajarkan hal-hal seperti itu karena syariat hanya berupa hukum atau aturan. Untuk bisa melaksanakan syariat dengan benar, ruh ibadah itu hidup, diperlukan metodologi pelaksanaan teknisnya yang dikenal dengan Tariqatullah jalan kepada Allah yang kemudian disebut dengan Tarekat. Jadi Tarekat itu pada awalnya bukan perkumpulan orang-orang mengamalkan zikir. Nama Tarekat diambil dari sebuah istilah di zaman Nabi yaitu Tariqatussiriah yang bermakna Jalan Rahasia atau Amalan Rahasia untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Munculnya perkumpulan Tarekat dikemudian hari adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman agar orang-orang dalam ibadah lebih teratur, tertib dan terorganisir seperti nasehat Syaidina Ali bin Abi Thalib kw, “Kejahatan yang terorganisir akan bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir”.
Kalau ajaran-ajaran agama yang kita kenal dengan syariat itu tidak dilaksanakan dengan metode yang benar (Thariqatullah) maka ibadah akan menjadi kosong hanya sekedar memenuhi kewajiban agama saja. Shalat hanya mengikuti rukun-rukun dengan gerak kosong belaka, badan bergerak mengikuti gerakan shalat namun hati berkelana kemana-mana. Sepanjang shalat akan muncul berjuta khayalan karena ruh masih di alam dunia belum sampai ke alam Rabbani.
Ibadah haji yang merupakan puncak ibadah, diundang oleh Maha Raja Dunia Akhirat, seharusnya disana berjumpa dengan yang mengundang yaitu Pemilik Ka’bah, pemilik dunia akhirat, Tuhan seru sekalian alam, tapi yang terjadi yang dijumpai disana hanya berupa dinding dinding batu yang ditutupi kain hitam. Pada saat wukuf di arafah itu adalah proses menunggu, menunggu Dia yang dirindui oleh sekalian hamba untuk hadir dalam kekosongan jiwa manusia, namun yang ditunggu tak pernah muncul.
Disini sebenarnya letak kesilapan kaum muslim diseluruh dunia, terlalu disibukkan aturan syariat dan lupa akan ilmu untuk melaksanakan syariat itu dengan benar yaitu Tarekat. Ketika ilmu tarekat dilupakan bahkan sebagian orang bodoh menganggap ilmu warisan nabi ini sebagai bid’ah maka pelaksanaan ibadah menjadi kacau balau. Badan seolah-olah khusuk beribadah sementara hatinya lalai, menari-nari di alam duniawi dan yang didapat dari shalat itu bukan pahala tapi ancaman Neraka Wail. Harus di ingat bawah “Lalai” yang di maksud disana bukan sekedar tidak tepat waktu tapi hati sepanjang ibadah tidak mengingat Allah. Bagaimana mungkin dalam shalat bisa mengingat Allah kalau diluar shalat tidak di latih ber-Dzikir (mengingat) Allah? dan bagaimana mungkin seorang bisa berdzikir kalau jiwanya belum disucikan? Urutan latihannya sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al ‘Ala, “Beruntunglah orang yang telah disucikan jiwanya/ruhnya, kemudian dia berdzikir menyebut nama Tuhan dan kemudian menegakkan shalat”.
Kesimpulan dari tulisan singkat ini bahwa sebenarnya tidak ada pemisahan antara ke empat ilmu yaitu Syariat, Tarekat, Hakikat dan Makrifat, ke empatnya adalah SATU. Iman dan Islam bisa dijelaskan dengan ilmu syariat sedangkan maqam Ihsan hanya bisa ditempuh lewat ilmu Tarekat. Ketika kita telah mencapai tahap Makrifat maka dari sana kita bisa memandang dengan jelas bahwa ke empat ilmu tersebut tidak terpisah tapi SATU.
Tulisan ini saya tulis dalam perjalanan ziarah ke Maqam Guru saya tercinta, teringat pesan-pesan Beliau akan pentingnya ilmu Tarekat sebagai penyempurnaan Syariat agar mencapai Hakikat dan Makrifat. Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi renungan dan memberikan manfaat untuk kita semua. Amin!

SIKAP KEPADA SESAMA MUSLIM SAAT TERKENA MUSIBAH


Pokok Bahasan     :  TASAWUF
Judul                    :  Sikap Kepada Sesama Muslim yang Mengalami Kesusahan
Nara Sumber        :  Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Hendaknya kamu mengucapkan belasungkawa/dukacita kepada orang yang tertimpa musibah. Hadist Riwayat Ibnu Mas’ud:  “Siapa orang yang mengucapkan belasungkawa (mendorong orang untuk bersabar), maka Allah akan memberikan pahala yang sama besarnya dengan orang yang tertimpa musibah.”
Ber-ta’jiah kepada sesama muslim hendaklah dapat mendorong orang yang tertimpa musibah untuk dapat bersabar, memberikan peringatan kepada orang yang tidak dapat bersabar dan mendoakan orang yang tertimpa musibah dan keluarganya. Apabila ber-ta’jiah kepada orang kafir hendaklah jangan mengucapkan doa: “Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya”, karena Allah tidak akan mengampuni dosa karena ke-kufur-annya.
Ucapan belasungkawa hendaknya diucapkan sebelum 3 hari, karena setelah 3 hari dikhawatirkan akan membangkitkan kesedihannya kembali. Ucapan belasungkawa makruh diucapkan setelah 3 hari, terkecuali kita tidak ada di tempat saat musibah terjadi.
Hati-hati kamu merasa senang/gembira atas musibah yang menimpa saudaramu yang muslim. Hadist Nabi: “Jangan kamu menampakkan kesenangan dihadapan saudara kamu yang terkena musibah, maka Allah akan selamatkan orang yang terkena musibah dan Allah akan timpakan musibah yang sama atas kamu karena kesenangan kamu itu.”
Jangan kamu mencerca/menghina seorang muslim karena dosa yang telah ia perbuat, bila itu kamu lakukan maka Allah tidak akan mencabut nyawa orang yang kamu cerca/hina sampai Allah timpakan dosa yang sama kepada kamu.
Hendaklah kamu melapangkan/menghilangkan kesusahan/kesedihan orang yang mendapat musibah dan kita penuhi/tunaikan hajat-hajat orang muslim yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan dan keiklasan kita. Hadist Nabi: “Siapa orang yang memutuskan hajat orang yang butuh atasnya, maka Allah akan putuskan hajatnya di akhirat”. Sehingga tidak ada bagian baginya di Syurga.  Hadist Nabi: “Siapa orang yang memberikan kemudahan kepada orang muslim yang mengalami kesusahan, niscaya Allah akan memberikan kemudahan lagi baginya.”
Jangan kamu membuka aib orang muslim. Siapapun orangnya termasuk aulia tidak ma’sum dari perbuatan dosa, terutama lagi bila yang berbuat dosa adalah termasuk zuriyah (keturunan Rasullah/habaib). Mata boleh melihat tetapi mulut tetap tertutup. Ada seseorang menceritakan kepada seorang ulama tentang tingkah laku yang tidak baik yang dilakukan oleh seorang habaib. Ulama tersebut berkata: “Bila kamu sanggup untuk menasehatinya maka nasehati ia, bila kamu tidak sanggup maka hendaknya kamu diam.” Hadist Nabi: “Siapa orang yang menutupi aib saudaranya yang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya baik di dunia maupun di akhirat.”
Syaidina Umar RA. saat menjadi Amirul Mu’minin, tiap malam ia berkeliling ke luar rumah untuk melihat keadaan rakyatnya, apakah ada yang sedang mengalami kesusuahan. Pada saat melihat dan mengintai, dia mendapati seorang tua yang sedang meminum khomer di dalam rumahnya. Melihat hal tersebut Syaidina Umar masuk ke rumah orang tua tersebut melalui atap rumah. Dihadapan Syaidina Umar RA. orang tua tersebut berkata: “Aku telah berbuat 1 maksiat kepada Allah yaitu meminum khomer, tetapi engkau hai Amirul Mu’minin telah melakukan 3 kesalahan yaitu:
1.    Kamu telah melakukan taja’sus (mengintai) untuk mencari kesalahan orang lain, padahal Allah melarang perbuatan tersebut.
2.    Allah memerintahkan agar mendatangi rumah dari pintu masing-masing, sedangkan kamu datang melalui atap rumah.
3.    Dan Allah memerintahkan: “Jangan kamu masuk ke rumah orang tanpa izin dan mengucapkan salam.”
Mendengar ucapan orang tua tersebut, Syaidina Umar berkata: “Celakalah aku bila Allah tidak mengampuni dosaku, sedangkan orang tua ini berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi.”
“Siapa orang yang menyelidiki keaiban saudaranya yang muslim, maka Allah akan menyelidiki lagi keaibannya dan membuka keaibannya dirumah tangganya sendiri.” (Hadist Nabi).
Hadist Nabi: “Siapa orang yang menghilangkan kesusahan orang muslim, maka Allah akan menghilangkan kesusahannya di akhirat kelak.”
Hadist Nabi: “Siapa orang yang menunaikan hajat saudaranya yang muslim, maka Allah akan memenuhi hajatnya pula.” Allah akan memenuhi hajat seseorang selama ia mau memenuhi hajat saudaranya yang muslim.
Hendakalah kamu menyingkirkan gangguan (duri/batang pohon) di tempat jalannya orang muslim, karena itu termasuk bagian dari cabang iman. Hadist Nabi: “Aku melihat seorang laki-laki yang sedang bolak-balik di Syurga disebabkan ia menyingkirkan duri/ranting dari jalanan yang dilalui oleh orang muslim.”
CATATAN:
Ini saja yang dapat al-faqir rangkum dari isi penjelasan ta’lim yang begitu luas yang disampaikan oleh Al Ustdz. Al Habib Umar bin Abdurrahman Assegaf. Semoga rangkuman ini dapat bermanfaat dan menjadi motivasi dalam menuntut ilmu.
Afwan Al-faqir tidak mencantumkan nama kitab dan pengarang dalam setiap rangkuman yang al-faqir kirimkan, karena ada permintaan dari Al Ustdz untuk tidak mencantumkannya. Karena disamping mengunakan kitab utama, beliau juga mengunakan kitab-kitab lain sebagai referensi untuk memperjelas dalam menerangkan permasalahan yang ada dalam kitab utama yang dibaca, harap dapat di maklum, terima kasih. 
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Kamis, 13 Februari 2014

SURAT An-Nisa' SATU BUKTI ISLAM MEMULIAKAN PEREMPUAN

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Berbekal pengetahuan tentang Islam yang tipis, tak sedikit kalangan yang dengan lancangnya menghakimi agama ini, untuk kemudian menelorkan kesimpulan-kesimpulan tak berdasar yang menyudutkan Islam. Salah satunya, Islam dianggap merendahkan wanita atau dalam ungkapan sekarang ‘bias jender’. Benarkah?
Sudah kita maklumi keberadaan wanita dalam Islam demikian dimuliakan, terlalu banyak bukti yang menunjukkan kenyataan ini. Sampai-sampai ada satu surah dalam Al-Qur`anul Karim dinamakan surah An-Nisa`, artinya wanita-wanita, karena hukum-hukum yang berkaitan dengan wanita lebih banyak disebutkan dalam surah ini daripada dalam surah yang lain. (Mahasinut Ta`wil, 3/6)
Untuk lebih jelasnya kita lihat beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang berbicara tentang wanita.
1. Wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki.
Surah An-Nisa` dibuka dengan ayat:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (An-Nisa`: 1)
Ayat ini merupakan bagian dari khutbatul hajah yang dijadikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka khutbah-khutbah beliau. Dalam ayat ini dinyatakan bahwa dari jiwa yang satu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan pasangannya. Qatadah dan Mujahidrahimahumallah mengatakan bahwa yang dimaksud jiwa yang satu adalah Nabi Adam ‘alaihissalam. Sedangkan pasangannya adalah Hawa. Qatadah mengatakan Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. (Tafsir Ath-Thabari, 3/565, 566)
Dalam hadits shahih disebutkan:
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ، وَِإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلْعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهَا، وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan sungguh bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah yang paling atasnya. Bila engkau ingin meluruskannya, engkau akan mematahkannya. Dan jika engkau ingin bersenang-senang dengannya, engkau bisa bersenang-senang namun padanya ada kebengkokan.” (HR. Al-Bukhari no. 3331 dan Muslim no. 3632)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini ada dalil dari ucapan fuqaha atau sebagian mereka bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallammenerangkan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk. Hadits ini menunjukkan keharusan berlaku lembut kepada wanita, bersikap baik terhadap mereka, bersabar atas kebengkokan akhlak dan lemahnya akal mereka. Di samping juga menunjukkan dibencinya mentalak mereka tanpa sebab dan juga tidak bisa seseorang berambisi agar si wanita terus lurus. Wallahu a’lam.”(Al-Minhaj, 9/299)
2. Dijaganya hak perempuan yatim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُوا
“Dan jika kalian khawatir tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kalian menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita lain yang kalian senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk kalian tidak berlaku aniaya.” (An-Nisa`: 3)
Urwah bin Az-Zubair pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى maka Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab, “Wahai anak saudariku1. Perempuan yatim tersebut berada dalam asuhan walinya yang turut berserikat dalam harta walinya, dan si wali ini ternyata tertarik dengan kecantikan si yatim berikut hartanya. Maka si wali ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam pemberian maharnya sebagaimana mahar yang diberikannya kepada wanita lain yang ingin dinikahinya. Para wali pun dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim terkecuali bila mereka mau berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim serta memberinya mahar yang sesuai dengan yang biasa diberikan kepada wanita lain. Para wali kemudian diperintah untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka senangi.” Urwah berkata, “Aisyah menyatakan, ‘Setelah turunnya ayat ini, orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara wanita, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ
“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita.” (An-Nisa`: 127)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain:
وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
“Sementara kalian ingin menikahi mereka (perempuan yatim).” (An-Nisa`: 127)
Salah seorang dari kalian (yang menjadi wali/pengasuh perempuan yatim) tidak suka menikahi perempuan yatim tersebut karena si perempuan tidak cantik dan hartanya sedikit. Maka mereka (para wali) dilarang menikahi perempuan-perempuan yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya kecuali bila mereka mau berbuat adil (dalam masalah mahar, pent.). Karena keadaan jadi terbalik bila si yatim sedikit hartanya dan tidak cantik, walinya enggan/tidak ingin menikahinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4574 dan Muslim no. 7444)
Masih dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ قُلِ اللهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللاَّتِي لاَ تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ
Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur`an tentang para wanita yatim yang kalian tidak memberi mereka apa yang ditetapkan untuk mereka sementara kalian ingin menikahi mereka.” (An-Nisa`: 127)
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
أُنْزِلَتْ فِي الْيَتِيْمَةِ، تَكُوْنُ عِنْدَ الرَّجُلِ فَتَشْرِكُهُ فِي مَالِهِ، فَيَرْغَبُ عَنْهَا أَنْ يَتَزَوَّجَهَا وَيَكْرَهُ أَنْ يُزَوِّجَهَا غَيْرَهُ، فَيَشْرَكُهُ فِي ماَلِهِ، فَيَعْضِلُهَا، فَلاَ يَتَزَوَّجُهَا وَيُزَوِّجُهَا غَيْرَهُ.
“Ayat ini turun tentang perempuan yatim yang berada dalam perwalian seorang lelaki, di mana si yatim turut berserikat dalam harta walinya. Si wali ini tidak suka menikahi si yatim dan juga tidak suka menikahkannya dengan lelaki yang lain, hingga suami si yatim kelak ikut berserikat dalam hartanya. Pada akhirnya, si wali menahan si yatim untuk menikah, ia tidak mau menikahinya dan enggan pula menikahkannya dengan lelaki selainnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 5131 dan Muslim no. 7447)
3. Cukup menikahi seorang wanita saja bila khawatir tidak dapat berlaku adil secara lahiriah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Kemudian jika kalian khawatir tidak dapat berlaku adil maka nikahilah seorang wanita saja atau budak-budak perempuan yang kalian miliki.”(An-Nisa`: 3)
Yang dimaksud dengan adil di sini adalah dalam perkara lahiriah seperti adil dalam pemberian nafkah, tempat tinggal, dan giliran. Adapun dalam perkara batin seperti rasa cinta dan kecenderungan hati tidaklah dituntut untuk adil, karena hal ini di luar kesanggupan seorang hamba. Dalam Al-Qur`anul Karim dinyatakan:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
“Dan kalian sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri kalian, walaupun kalian sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kalian terlalu cenderung kepada istri yang kalian cintai sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” (An-Nisa`: 129)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Maksudnya, kalian wahai manusia, tidak akan mampu berlaku sama di antara istri-istri kalian dari segala sisi. Karena walaupun bisa terjadi pembagian giliran malam per malam, namun mesti ada perbedaan dalam hal cinta, syahwat, dan jima’. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Abidah As-Salmani, Mujahid, Al-Hasan Al-Bashri, dan Adh-Dhahhak bin Muzahim rahimahumullah.”
Setelah menyebutkan sejumlah kalimat, Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan pada tafsir ayat: فَلاَ تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ maksudnya apabila kalian cenderung kepada salah seorang dari istri kalian, janganlah kalian berlebih-lebihan dengan cenderung secara total padanya, فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ “sehingga kalian biarkan yang lain telantar.” Maksudnya istri yang lain menjadi terkatung-katung. Kata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Al-Hasan, Adh Dhahhak, Ar-Rabi` bin Anas, As-Suddi, dan Muqatil bin Hayyan, “Makna كَالْمُعَلَّقَةِ, seperti tidak punya suami dan tidak pula ditalak.” (Tafsir Al-Qur`anil Azhim, 2/317)
Bila seorang lelaki khawatir tidak dapat berlaku adil dalam berpoligami, maka dituntunkan kepadanya untuk hanya menikahi satu wanita. Dan ini termasuk pemuliaan pada wanita di mana pemenuhan haknya dan keadilan suami terhadapnya diperhatikan oleh Islam.
4. Hak memperoleh mahar dalam pernikahan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَءَاتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati maka makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa`: 4)
5. Wanita diberikan bagian dari harta warisan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَاْلأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian dari harta peninggalan ayah-ibu dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa`: 7)
Sementara di zaman jahiliah, yang mendapatkan warisan hanya lelaki, sementara wanita tidak mendapatkan bagian. Malah wanita teranggap bagian dari barang yang diwarisi, sebagaimana dalam ayat:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian mewarisi wanita dengan jalan paksa.” (An-Nisa`: 19)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan, “Dulunya bila seorang lelaki di kalangan mereka meninggal, maka para ahli warisnya berhak mewarisi istrinya. Jika sebagian ahli waris itu mau, ia nikahi wanita tersebut dan kalau mereka mau, mereka nikahkan dengan lelaki lain. Kalau mau juga, mereka tidak menikahkannya dengan siapa pun dan mereka lebih berhak terhadap si wanita daripada keluarga wanita itu sendiri. Maka turunlah ayat ini dalam permasalahan tersebut.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahih-nya no. 4579)
Maksud dari ayat ini, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, adalah untuk menghilangkan apa yang dulunya biasa dilakukan orang-orang jahiliah dari mereka dan agar wanita tidak dijadikan seperti harta yang diwariskan sebagaimana diwarisinya harta benda. (Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, 5/63)
Bila ada yang mempermasalahkan, kenapa wanita hanya mendapatkan separuh dari bagian laki-laki seperti tersebut dalam ayat:
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ اْلأُنْثَيَيْنِ
“Allah mewasiatkan kepada kalian tentang pembagian warisan untuk anak-anak kalian, yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan….” (An-Nisa`: 11)
Maka dijawab, inilah keadilan yang sesungguhnya. Laki-laki mendapatkan bagian yang lebih besar daripada wanita karena laki-laki butuh bekal yang lebih guna memberikan nafkah kepada orang yang di bawah tanggungannya. Laki-laki banyak mendapatkan beban. Ia yang memberikan mahar dalam pernikahan dan ia yang harus mencari penghidupan/penghasilan, sehingga pantas sekali bila ia mendapatkan dua kali lipat daripada bagian wanita. (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/160)
6. Suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (Al-Baqarah: 228)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)
7. Suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)
Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ (“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga AllahSubhanahu wa Ta’ala berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.” (HR. Muslim no. 1469)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58)
8. Bila seorang suami bercerai dengan istrinya, ia tidak boleh meminta kembali mahar yang pernah diberikannya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا. وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan jika kalian ingin mengganti istri kalian dengan istri yang lain sedang kalian telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kalian mengambil kembali sedikitpun dari harta tersebut. Apakah kalian akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (An-Nisa`: 20-21)
9. Termasuk pemuliaan terhadap wanita adalah diharamkan bagi mahram si wanita karena nasab ataupun karena penyusuan untuk menikahinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاَّتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاَّتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ
“Diharamkan atas kalian menikahi ibu-ibu kalian, putri-putri kalian, saudara-saudara perempuan kalian, ‘ammah kalian (bibi/ saudara perempuan ayah), khalah kalian (bibi/ saudara perempuan ibu), putri-putri dari saudara laki-laki kalian (keponakan perempuan), putri-putri dari saudara perempuan kalian, ibu-ibu susu kalian, saudara-saudara perempuan kalian sepersusuan, ibu mertua kalian, putri-putri dari istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri istri tersebut (dan sudah berpisah dengan kalian) maka tidak berdosa kalian menikahi putrinya. Diharamkan pula bagi kalian menikahi istri-istri anak kandung kalian (menantu)…” (An-Nisa`: 23)
Diharamkannya wanita-wanita yang disebutkan dalam ayat di atas untuk dinikahi oleh lelaki yang merupakan mahramnya, tentu memiliki hikmah yang agung, tujuan yang tinggi yang sesuai dengan fithrah insaniah. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Asy-Syaikh Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)
Di akhir ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
“(Diharamkan atas kalian) menghimpunkan dalam pernikahan dua wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terjadi di masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa`: 23)
Ayat di atas menetapkan bahwa seorang lelaki tidak boleh mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam ikatan pernikahan karena hal ini jelas akan mengakibatkan permusuhan dan pecahnya hubungan di antara keduanya. (Takrimul Mar`ah fil Islam, Muhammad Jamil Zainu, hal. 16)
Demikian beberapa ayat dalam surah An-Nisa` yang menyinggung tentang wanita. Apa yang kami sebutkan di atas bukanlah membatasi, namun karena tidak cukupnya ruang, sementara hanya demikian yang dapat kami persembahkan untuk pembaca yang mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang memberi taufik.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Footnote:
1 Karena ibu ‘Urwah, Asma` bintu Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma adalah saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anha.
2 HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
DI SADUR DARI BERBAGAI SUMBER YANG SAHIH:.

Rabu, 12 Februari 2014

SEORANG YAHUDI MENG ISLAMKAN JUTAAN ORANG



Di suatu tempat di Perancis
sekitar lima puluh tahun yang
lalu, ada seorang
berkebangsaan Turki berumur 50 tahun bernama
Ibrahim, ia adalah orang tua
yang menjual makanan di
sebuah toko makanan. Toko
tersebut terletak di sebuah
apartemen dimana salah satu penghuninya adalah
keluarga Yahudi yang memiliki
seorang anak bernama “Jad”
berumur 7 tahun. Jad si anak
Yahudi Hampir setiap hari
mendatangi toko tempat dimana Ibrahim bekerja
untuk membeli kebutuhan
rumah, setiap kali hendak
keluar dari toko –dan Ibrahim
dianggapnya lengah– Jad
selalu mengambil sepotong cokelat milik Ibrahim tanpa
seizinnya. Pada suatu hari usai belanja,
Jad lupa tidak mengambil
cokelat ketika mau keluar,
kemudian tiba-tiba Ibrahim
memanggilnya dan
memberitahu kalau ia lupa mengambil sepotong cokelat
sebagaimana kebiasaannya.
Jad kaget, karena ia mengira
bahwa Ibrahim tidak
mengetahui apa yang ia
lakukan selama ini. Ia pun segera meminta maaf dan
takut jika saja Ibrahim
melaporkan perbuatannya
tersebut kepada
orangtuanya. Ibrahim pun
menjawab: “Tidak apa, yang penting kamu berjanji untuk
tidak mengambil sesuatu
tanpa izin, dan setiap saat
kamu mau keluar dari sini,
ambillah sepotong cokelat,
itu adalah milikmu!” Jad pun menyetujuinya dengan
penuh kegirangan. Waktu berlalu, tahun pun
berganti dan Ibrahim yang
muslim kini menjadi layaknya
seorang ayah dan teman
akrab bagi Jad si anak
Yahudi. Sudah menjadi kebiasaan Jad saat
menghadapi masalah, ia
selalu datang dan
berkonsultasi kepada
Ibrahim. Dan setiap kali Jad
selesai bercerita, Ibrahim selalu mengambil sebuah buku
dari laci, memberikannya
kepada Jad dan kemudian
menyuruhnya untuk
membukanya secara acak.
Setelah Jad membukanya, kemudian Ibrahim membaca
dua lembar darinya,
menutupnya dan mulai
memberikan nasehat dan
solusi dari permasalahan
Jad. Beberapa tahun pun berlalu dan begitulah hari-
hari yang dilalui Jad bersama
Ibrahim, seorang Muslim
Turki yang tua dan tidak
berpendidikan tinggi. 14
tahun berlalu, kini Jad telah menjadi seorang pemuda
gagah dan berumur 24
tahun, sedangkan Ibrahim
saat itu berumur 67 tahun.
Ibrahim pun akhirnya
meninggal, namun sebelum wafat ia telah menyimpan
sebuah kotak yang dititipkan
kepada anak-anaknya
dimana di dalam kotak
tersebut ia letakkan sebuah
buku yang selalu ia baca setiap kali Jad berkonsultasi
kepadanya. Ibrahim
berwasiat agar anak-
anaknya nanti memberikan
buku tersebut sebagai
hadiah untuk Jad, seorang pemuda Yahudi.
Jad baru mengetahui
wafatnya Ibrahim ketika
putranya menyampaikan
wasiat untuk memberikan
sebuah kotak, Jad pun merasa tergoncang dan
sangat bersedih dengan
berita tersebut, karena
Ibrahim lah yang selama ini
memberikan solusi dari
semua permasalahannya, dan Ibrahim lah satu-satunya
teman sejati baginya. Hari-
haripun berlalu, Setiap kali
dirundung masalah, Jad
selalu teringat Ibrahim. Kini ia
hanya meninggalkan sebuah kotak. Kotak yang selalu ia
buka, di dalamnya tersimpan
sebuah buku yang dulu selalu
dibaca Ibrahim setiap kali ia
mendatanginya. Jad lalu
mencoba membuka lembaran-lembaran buku itu,
akan tetapi kitab itu
berisikan tulisan berbahasa
Arab sedangkan ia tidak bisa
membacanya. Kemudian ia pergi ke salah
seorang temannya yang
berkebangsaan Tunisia dan
memintanya untuk
membacakan dua lembar dari
kitab tersebut. Persis sebagaimana kebiasaan
Ibrahim dahulu yang selalu
memintanya membuka
lembaran kitab itu dengan
acak saat ia datang
berkonsultasi. Teman Tunisia tersebut kemudian
membacakan dan
menerangkan makna dari dua
lembar yang telah ia
tunjukkan. Dan ternyata,
apa yang dibaca oleh temannya itu, mengena
persis ke dalam
permasalahan yang dialami
Jad kala itu. Lalu Jad
bercerita mengenai
permasalahan yang tengah menimpanya, Kemudian
teman Tunisianya itu
memberikan solusi
kepadanya sesuai apa yang
ia baca dari kitab tersebut.
Jad pun terhenyak kaget, kemudian dengan penuh rasa
penasaran ini bertanya,
“Buku apa ini !?” Ia
menjawab : “Ini adalah Al-
Qur’an, kitab sucinya orang
Islam!” Jad sedikit tak percaya, sekaligus merasa
takjub, Jad lalu kembali
bertanya: “Bagaimana
caranya menjadi seorang
muslim?” Temannya
menjawab : “Mengucapkan syahadat dan mengikuti
syariat!” Setelah itu, dan
tanpa ada rasa ragu, Jad lalu
mengucapkan Syahadat, ia
pun kini memeluk agama
Islam! Jadullah seorang Muslim. Kini Jad sudah
menjadi seorang muslim,
kemudian ia mengganti
namanya menjadi Jadullah
Al-Qur’ani sebagai rasa
takdzim atas kitab Al-Qur’an yang begitu istimewa dan
mampu menjawab seluruh
problema hidupnya selama
ini. Dan sejak saat itulah ia
memutuskan akan
menghabiskan sisa hidupnya untuk mengabdi
menyebarkan ajaran Al-
Qur’an. Mulailah Jadullah
mempelajari Al-Qur’an serta
memahami isinya,
dilanjutkan dengan berdakwah di Eropa hingga
berhasil mengislamkan enam
ribu Yahudi dan Nasrani. Suatu hari, Jadullah
membuka lembaran-
lembaran Al-Qur’an hadiah
dari Ibrahim itu. Tiba-tiba ia
mendapati sebuah lembaran
bergambarkan peta dunia. Pada saat matanya tertuju
pada gambar benua afrika,
nampak di atasnya tertera
tanda tangan Ibrahim dan
dibawah tanda tangan itu
tertuliskan ayat : “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik!!…” (QS.
An-Nahl; 125) Iapun yakin
bahwa ini adalah wasiat dari
Ibrahim dan ia memutuskan untuk melaksanakannya.
Beberapa waktu kemudian
Jadullah meninggalkan Eropa
dan pergi berdakwah ke
negara-negara Afrika yang
diantaranya adalah Kenya, Sudan bagian selatan (yang
mayoritas penduduknya
adalah Nasrani), Uganda
serta negara-negara
sekitarnya. Jadullah berhasil
mengislamkan lebih dari 6.000.000 (enam juta)
orang dari suku Zolo, ini baru
satu suku, belum dengan
suku-suku lainnya. Akhir
Hayat Jadullah Jadullah Al-
Qur’ani, seorang muslim sejati, da’i hakiki,
menghabiskan umur 30 tahun
sejak keislamannya untuk
berdakwah di negara-negara
Afrika yang gersang dan
berhasil mengislamkan jutaan orang. Jadullah wafat pada tahun
2003 yang sebelumnya
sempat sakit. Kala itu beliau
berumur 45 tahun, beliau
wafat dalam masa-masa
berdakwah. Kisah pun belum selesai Ibu Jadullah Al-Qur’ani
adalah seorang wanita
Yahudi yang fanatik, ia
adalah wanita berpendidikan
dan dosen di salah satu
perguruan tinggi. Ibunya baru memeluk Islam pada
tahun 2005, dua tahun
sepeninggal Jadullah yaitu
saat berumur 70 tahun. Sang
ibu bercerita bahwa –saat
putranya masih hidup– ia menghabiskan waktu selama
30 tahun berusaha sekuat
tenaga untuk mengembalikan
putranya agar kembali
menjadi Yahudi dengan
berbagai macam cara, dengan segenap pengalaman,
kemapanan ilmu dan
kemampuannya, akan tetapi
ia tidak dapat mempengaruhi
putranya untuk kembali
menjadi Yahudi. Sedangkan Ibrahim, seorang Muslim tua
yang tidak berpendidikan
tinggi, mampu melunakkan
hatinya untuk memeluk Islam,
hal ini tidak lain karena
Islamlah satu-satunya agama yang benar. Kemudian yang menjadi
pertanyaan: “Mengapa Jad
si anak Yahudi memeluk
Islam?” Jadullah Al-Qur’ani
bercerita bahwa Ibrahim
yang ia kenal selama 17 tahun tidak pernah
memanggilnya dengan kata-
kata: “Hai orang kafir!” atau
“Hai Yahudi!” bahkan Ibrahim
tidak pernah untuk sekedar
berucap: “Masuklah agama islam!” Bayangkan, selama 17
tahun Ibrahim tidak pernah
sekalipun mengajarinya
tentang agama, tentang
Islam ataupun tentang
Yahudi. Seorang tua muslim sederhana itu tak pernah
mengajaknya diskusi
masalah agama. Akan tetapi
ia tahu bagaimana menuntun
hati seorang anak kecil agar
terikat dengan akhlak Al- Qur’an. Kemudian dari
kesaksian DR. Shafwat
Hijazi (salah seorang dai
kondang Mesir) yang suatu
saat pernah mengikuti
sebuah seminar di London dalam membahas
problematika Darfur serta
solusi penanganan dari
kristenisasi, beliau berjumpa
dengan salah satu pimpinan
suku Zolo. Saat ditanya apakah ia memeluk Islam
melalui Jadullah Al-Qur’ani?,
ia menjawab; tidak! namun ia
memeluk Islam melalui orang
yang diislamkan oleh Jadullah
Al-Qur’ani. Subhanallah, akan ada berapa banyak lagi
orang yang akan masuk Islam
melalui orang-orang yang
diislamkan oleh Jadullah Al-
Qur’ani. Dan Jadullah Al-
Qur’ani sendiri memeluk Islam melalui tangan seorang
muslim tua berkebangsaan
Turki yang tidak
berpendidikan tinggi, namun
memiliki akhlak yang jauh dan
jauh lebih luhur dan suci. Begitulah hikayat tentang
Jadullah Al-Qur’ani, kisah ini
merupakan kisah nyata yang
penulis dapatkan kemudian
penulis terjemahkan dari
catatan Almarhum Syeikh Imad Iffat yang dijuluki
sebagai “Syaikh Kaum
Revolusioner Mesir”. Beliau adalah seorang ulama
Al-Azhar dan anggota
Lembaga Fatwa Mesir yang
ditembak syahid dalam
sebuah insiden di Kairo pada
hari Jumat, 16 Desember 2011 silam.Wallahu A’lam Bis-
Shawab. Penulis: Mustamid,
seorang mahasiswa Program
Licence Universitas Al-Azhar
Kairo Konsentrasi Hukum
Islam.

Sabtu, 08 Februari 2014

WANITA ITU MUDAH MASUK SYURGA



Dari Anas,Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam bersabda''apa bila seorang perempuan mendirikan sembahyang lima waktu ,berpuasa sebulan(Ramadhan),menjaga kehormatan dan taat kepada suami,dia akan di suruh memasuki syurga melalui pintu mana saja yang dia sukai''(Hadist Riwayat Achmad)
Perempuan tidak perlu berjihad atau berperang, cukup sekadar mengerjakan haji atau umrah bagi yang cukup syaratnya.


Dari Aishah r.a. katanya, aku berkata, “Ya Rasulullah, kita mengetahui bahawa jihad adalah sebaik-baik amalan. Oleh itu apakah kami kaum wanita tidak boleh ikut berjihad?” Baginda terus menjawab: “Bagi kamu semua (kaum wanita) jihad yang paling baik ialah mengerjakan haji dan mendapatkan haji mabrur."

Rasulullah SAW bersabda: ” Jihad orang yang tua, lemah dan wanita ialah menunaikan haji” (an-Nasa’i)”

Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam bersabda “Jikalau sekiranya ada perintah dari Allah SWT untuk menyuruh manusia sujud kepada manusia niscaya aku suruh istri sujud kepada suaminya.”


Namun perempuan lebih ramai di neraka


Dari Abdullah bin Umar r.a katanya:Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Wahai kaum wanita! Bersedekahlah kamu dan perbanyaklah istighfar yaitu memohon ampun. Kerana aku melihat kaum wanitalah yang lebih ramai menjadi penghuni Neraka.”


Seorang wanita yang cukup pintar di antara mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kami kaum wanita yang lebih ramai menjadi penghuni Neraka?”Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Kamu banyak mengutuk dan mengingkari suami.


Dari Imran bin Husain dia berkata, Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Sesungguhnya penduduk Syurga yang paling sedikit adalah wanita.” (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad)


Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Aku melihat kedalam Syurga maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah fuqara’ (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam Neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penghuninya adalah wanita.” (Hadis Riwayat Al- Bukhari dan Muslim)


Sabda Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam :“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri apa yang ada pada suaminya dan tidak merasa cukup dengannya.” (HR Nasa’i)


Sabda Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam :“Wanita yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang syar’ie) maka haram baginya mencium wangi Syurga.” (Hadis Riwayat Abu Daud dan At-Tirmizi )


Dalam hadis yang lain,Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam menjelaskan tentang wanita penghuni Neraka, baginda bersabda :“ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka kerana sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti bunggul unta.


Mereka tidak masuk Syurga dan tidak mendapatkan wanginya Syurga padahal wanginya bisa tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (Hadis Riwayat Muslim dan Ahmad)


Di dalam kisah sholat gerhana matahari, Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam. dan para sahabatnya melakukan sholat gerhana padanya dengan solat yang panjang,


Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam melihat Syurga dan Neraka. Ketika beginda melihat Neraka beginda bersabda kepada para sahabatnya: “ … dan aku melihat Neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.


Para sahabat pun bertanya: “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Baginda Rasulullah Shallahu 'alaihi wassalam menjawab : “Kerana kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Baginda menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya.


Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’(Hadis Riwayat Imam Al-Bukhari)


Ketika beginda selesai berkhutbah hari raya yang berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT. dan anjuran untuk mentaati-Nya.


Baginda pun bangkit mendatangi kaum wanita, baginda menasihati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat kemudian baginda bersabda : “Bersedekahlah kamu semua.


Karena kebanyakan kamu adalah kayu api Neraka Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, dia pun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Baginda menjawab : “Karena kamu banyak mengeluh dan kamu tidak taat terhadap suami.” (Hadis Riwayat Al- Bukhari)


♥ WALLAHU A'LAM BISH SHOWAB, SEMOGA BERMANFAAT ♥